Radioisotop Medis dari Siklotron

RADIOISOTOP DARI SIKLOTRON

Sudah lama dikenal bahwa radioisotop dibuat hanya menggunakan reactor nuklir dengan reaksi inti (n,ϒ), (n,p) atau (n,fisi) dimana setiap reaksi ini dipengaruhi oleh penampang lintang reaksi intinya. Penampang lintang reaksi inti ini adalah suatu besaran kebolehjadian besarnya tumbukan netron dengan inti sasaran atau target untuk menjadikan inti sasaran tersebut tereksitasi. Besaran penampang lintang reaksi inti ini sudah diketahui dan terdokumentasi dengan baik.
Selain dengan reaktor nuklir, fasilitas kedua untuk menghasilkan radioisotop adalah dengan pemercepat partikel dan siklotron. Pemercepat partikel saat ini lebih banyak digunakan untuk mempelajari masalah fisika seperti untuk implantasi ion, untuk produksi netron cepat untuk terapi dan untuk pengujian material. Sedangkan untuk produksi radioisotop terutama untuk keperluan medis secara kontinyu lebih banyak menggunakan siklotron.
Saat ini sudah ada dan beroperasi secara kontinyu 49 buah siklotron di dunia dan diutamakan untuk tujuan medis baik berada di dekat rumah sakit ataupun berada d dalam rumah sakit itu sendiri. Sehingga lebih sering disebut siklotron medis (medical cyclotron). Radioisotop yang dihasilkan oleh siklotron ini berumur paruh pendek dengan keaktifan jenis tinggi sehingga cocok untuk keperluan medis.

Siklotron adalah suatu mesin pemercepat partikel bermuatan seperti proton, detron, He-3 dan He-4 dipercepat sampai ketingkat energi tertentu untuk bisa mencapai inti sasaran. Pada siklotron pemercepatan partikel ini dilakukan dimedan magnit yang melingkar, sehingga disebut dengan siklotron. Sebagai hasil penembakan inti oleh partikel bermuatan ini akan diperoleh radioisotop yang kekurangan netron dan meluruh dengan penangkapan elektron atau memancarkan positron ϐ+. Reaksi inti yang terjadi adalah :

n X + 1p ———> n Y + 1n

Sebagai contoh adalah produksi F-18 pemancar positron ( ϐ+ ) dengan sasaran 18O :

18O + 1p ——–> 18F + 1n

Suatu radioisotop dapat digunakan untuk tujuan medis khususnya yang digunakan secara langsung ketubuh manusia haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut sangat berkaitan dengan sifat-sifat fisis, kimia dan biokimianya. Sebagai petunjuk sederhana untuk kalangan medis yang akan menggunakan radioisotop untuk tujuan medis adalah :
1. Dosis radiasi yang diterima pasien haruslah serendah mungkin
2. Mudah dideteksi dengan hasil yang baik sehingga mudah dibaca
3. Aktifitas jenis yang tinggi
4. Spesifik untuk suatu organ yang akan dideteksi
5. Tersedia dan mudah diperoleh
Dasar pertimbangan utama terhadap pemilihan suatu radioisotop yang akan digunakan untuk keperluan medis terutama untuk penggunaan secara in vivo, adalah dosis radiasi dan deteksi. Kedua dasar pertimbangan ini sangat berhubungan dengan data peluruhan radioisotope tersebut yaitu sinar ϒ atau radiasi yang dipancarkan dengan besar energ radiasinya dan waktu paruh.
Untuk memperoleh hasil penatahan yang baik dan jelas dengan kualitas yang tinggi sehingga mudah menginterpretasinya, maka radioisotop tersebut haruslah pemancar sinar ϒ yang dominan atau tunggal dengan energ yang cukup tinggi agar dapat dideteksi oleh detektor. Selain itu dosis radiasi yang diterima oleh pasien haruslah serendah mungkin. Sehingga kriteria radioisotop tersebut mempunyai sinar ϒ tunggal dengan energi yang cukup rendah dengan waktu paruh yang pendek.
Oleh karena itu maka radiositop-radioisotop yang akan digunakan untuk tujuan medis ini adalah radioisotope pemancar ϒ tunggal dengan energy antara 60 keV sampai 300 keV dengan waktu paruh dalam orde jam atau menit. Artinya kalau energinya dibawah 60 keV akan sulit terdeteksi dan apabila lebih tinggi dari 300 keV akan menerima dosis radiasi lebih tinggi. Sejak ditemukannya sistim deteksi positron, maka radioisotope-radioisotop pemancar positron (ϐ+) seperti C-11 (20,4 menit), N-13 (9,10 menit), O-15 (2,03 menit), F-18 (109,7 menit), P-30 (2,5 menit) dan Br-75 (1,6 jam) telah diproduksi dengan siklotron dan telah banyak digunakan terutama F-18 (109,7 menit) dengan deteksi menggunakan tomografi emisi positron (Positron Emision Tomography). Yang paling popular saat ini adalah F-18-DG ( F-18-deoksiglukosa) untuk penatah jantung.
Beberapa metoda telah digunakan untuk menghitung dosis radiasi yang diterima oleh organ atau seluruh tubuh pasien. Informasi yang diperlukan untuk menghitung besaran dosis yang diterima adalah waktu paruh, jumlah partikel atau foton yang dipancarkan persatuan waktu dan energy dari foton yang dipancarkan tersebut. Sebagai contoh adalah penggunaan radioisotope I-131 (8,0 hari) dibandingkan dengan I-123 (13,02 jam). Dosis radiasi yang diterima oleh pasien jauh lebih rendah bila menggunakan I-123 (13,02 jam) dibandingkan I-131 (8,0 hari)

Referensi :
1. ……………………., Neutron Cross Section, BNL 325, vol 1(1973) dan vol 2(1976)
2. D.R. Christmann, Acccelerator Produced Nuclides for Use in Biology and Medicine, BNL 50448, TID 4500 (1975)
3. D.J. Silvester and S.L. Waters, Radionuclide Production, Proceeding 2nd Symposium on Radiopharmaceutical, Seatle, 727 (1979)
4. A.P. Wolf, Medical Cyclotron, Medical Radioisotope Imaging, vol 1, IAEA, Vienna, 347 (1977)
5. D.R. Christmann, Accelerator Produced Nuclides for Use in Biology and Medicine, BNL 50448, TID 4500 (1975)
6. D.J. Silvester and S.L. Waters, Radionuclide Production, Proceeding 2nd Symposium on Radiopharmaceutical, Seattle, 727(1979)

Leave a comment